Vitruvius dalam Asterix

Dyah Esti Sihanani
Asterix adalah komik dengan setting sekitar tahun 50 SM ketika Roma sedang berusaha menguasai Eropa dibawah pimpinan Julius Caesar. Walaupun settingnya adalah Eropa abad 50 SM, tapi sesungguhnya cerita dan parodi yang disampaikan sangat bernuansa abad 20 Masehi. Yang membuat saya tertarik adalah settingnya, yang mengingatkan saya pada desain kota ala Vitruvius (1960).
Melihat sejarah aslinya, Julius Caesar yang merupakan Kaisar Roma pada masa itu memang sedang berusaha menaklukan daerah-daerah di Eropa sehingga menjadi miliknya, termasuk wilayah Galia (Eropa Barat; sekarang mencakup daerah Italia, Perancis, Belgia, Switzerland, Belanda dan Jerman). Salah satu kota yang menjadi pusat peradaban adalah kota Lutetia; sekarang dikenal dengan nama Paris.

Gambar 1. Setting Roma dan sekitarnya
Sesuai pernyataan Vitruvius tentang perencanaan kota, barak tentara berada di luar kota.
Sumber: Komik Asterix

Pada komik Asterix tentu saja kejadiannya sedikit berbeda. Pada tahun 52 SM, Julius Caesar berhasil menaklukkan seluruh Galia yang berkepala suku Vercingetorix. Namun masih ada satu desa Galia kecil yang tidak pernah kalah dari bangsa Romawi karena memiliki seorang dukun yang sakti dan mampu membuat ramuan rahasia yang membuat si peminum ramuan menjadi kuat dan tidak terkalahkan.
Dikisahkan, para wanita desa ini selalu tidak senang dengan kemerdekaan mereka, karena desa mereka hanya menjadi sebuah desa kecil yang biadab, terpencil dari pusat kebudayaan, Lutetia (di beberapa seri Asterix diceritakan istri kepala suku memaksa untuk pindah ke Lutetia mengikuti saudaranya karena Lutetia lebih mapan dan modis). Pada kenyataannya, Lutetia memang sebuah kota yang teratur, dibangun menurut kaidah-kaidah Vitruvius, pengabdi setia Caesar.

Gambar 2. Kota Lutetia – Model 3D
Sumber: www.discoverfrance.net/France/Paris/Paris_History.shtml
Di situs ini juga terdapat detail kota dan elemen-elemennya - aquaduct, amphitheatre, forum, pemandian, permukiman, pemakaman - yang merupakan bukti nyata dari tulisan Vitruvius.

Menurut pengamatan saya, setting di komik ini juga menunjukkan kontras antara kota yang didesain oleh arsitek sangat terpelajar, dengan desa yang diada-adakan. Betapa keteraturan dan kepatuhan terjadi di kota Roma dan Lutetia. Keindahan dalam order dan kesimetrisan yang diungkapkan Vitruvius tercermin secara viisual: rapi, teratur, bersih, dan kaku. Sedangkan yang terjadi di Galia adalah ke’brutal’an yang menjadi tradisi, perkelahian bisa berakhir dengan pesta makan-makan, tetapi selalu suasana yang hidup yang ditampilkan oleh penduduk desa Galia ini. Mereka tidak berpendidikan dan tidak tinggal di istana tapi memiliki interaksi yang sangat dalam dengan sesamanya. Rasanya hampir mirip seperti membandingkan kawasan Metro Pondok Indah dengan kawasan Sunter di Jakarta- antara kekakuan di Pondok Indah dan kecairan suasana di Sunter dengan lapangan seadanya yang hanya merupakan perkerasan pinggir kali.
Jika diamati lagi, serial komik Asterix ini ternyata cukup banyak menyinggung soal arsitektur pada masa itu, dan dibahas dari segi lelucon parodi yang terkadang mengejek. Pada seri ‘Pertarungan Antar Kepala Suku’, dikisahkan daerah Galia yang telah dikuasai Romawi melakukkan penyesuaian dengan gaya arsitektur Romawi. Tetapi jadi diada-adakan. Misalnya rumah dan bangunan umum diberi kolom yang sangat besar terbuat dari batu, padahal bangunannya sendiri hanya terbuat dari kayu dan ranting-ranting. Lalu diceritakan akan ada pembangunan talang air, padahal daerah tersebut telah dialiri sungai. Jadi pembangunan talang itu hanya Romawinisasi belaka.

Gambar 3. Memperdebatkan Pembangunan Talang Air
Sumber: Asterix - Pertarungan Antar Kepala Suku
Pada seri lainnya diceritakan Julius Caesar yang ingin menaklukan desa Galia dengan cara membangun kota wisata di sekeliling desa, sehingga desa itu nantinya terjepit dan menyerah. Untuk mewujudkan keinginan Caesar, dipekerjakanlah seorang arsitek (dalam terjemahan Indonesia nama arsitek itu adalah Mukhajhelekhus tapi saya tidak tahu siapa nama sesungguhnya pada bahasa aslinya). Saya menduga tokoh arsitek ini memparodikan Vitruvius karena diceritakan si arsitek sangat dekat dengan Julius Caesar, arsitek berbakat yang sangat pintar, menemukan penemuan tata kota dan mendirikan pemandian untuk pertama kali di Roma.
Pada akhirnya rancangan itu gagal karena masyarakat desa Galia tidak suka dan tidak setuju hutannya dibabat dan dibangun menjadi kota, dan akhirnya membuat kekacauan agar kota itu tidak jadi dibangun.

Gambar 4. Rancangan Vitruvius
Sumber: Asterix dan Negeri Dewa Dewi
Tentu saja di kenyataan Vitruvius kemungkinan besar tidak akan membuat kesalahan seperti itu. Mengingat komik ini adalah komik lelucon yang mengedepankan bangsa jajahan sebagai pahlawan dan Julius Caesar sebagai lawannya, maka di setiap cerita selalu terjadi kekonyolan atas diri Julius Caesar dan Romawi.
Namun jika disimak lebih teliti, komik berlatar belakang abad 50 SM tetapi sering mengangkat cerita abad 20 M ini mungkin ingin mengkritik keteraturan yang sangat kaku, yang diciptakan oleh ilmuwan jaman dahulu kala, yang ternyata terbukti tidak selalu benar pada kehidupan pengarang Asterix. Mungkin cerita-cerita ini menjadi pernyataan bahwa ternyata kehidupan manusia tidak perlu yang serba teratur, bergaris, berjarak presisi dan kaku seperti yang dibuat oleh Romawi pada masa itu. Manusia juga tidak akan mati jika di tempat tinggalnya tidak terdapat kolom yang besar-besar dan denah yang simetris. Dan ternyata keindahan pun tidak hanya dapat diperoleh dari keteraturan.

Daftar Pustaka

Vitruvius (1960). The Ten Books on Architecture, trans by M. H. Morgan. New York: Dover Publications.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Vitruvius dalam Asterix"