Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al-Qur’an

Tradisi membaca telah dimulai dalam Islam sejak kemunculan pertamanya, jauh sebelum pakar-pakar psikologi dan linguistik menemukan manfaat yang besar dalam kegiatan ini. Perilaku keilmuan seseorang ditunjukkan oleh setidak-tidaknya satu indikator, yaitu kebiasaan membaca. Lebih jauh, di dalam Islam tradisi membaca ini meliputi bukan hanya pembacaan terhadap buku dan karya tulis, namun juga pembacaan terhadap alam semesta dan segala isinya. Alam semesta seperti halnya kitab suci Al-Qur’an al-Karim, adalah ayat-ayat Allah SWT yang terbentang untuk dibaca, dijadikan pelajaran dan digali hikmahnya oleh manusia-manusia yang berpikir (ulul albab). Harun Yahya dalam bukunya ‘Keajaiban pada Laba-laba’, menyatakan bahwa bagi orang yang berpikir, setiap bagian alam merupakan tanda, atau dengan kata lain sebuah kunci bagi pintu kebenaran.
Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah, bahwa setiap kegiatan berpikir tidak terlepas dari kerangka ibadah kepada Allah SWT. Tujuan dari setiap kegiatan berpikir, adalah untuk memperoleh hikmah dan kesadaran akan keesaan dan kebesaran Allah SWT. Hal ini penulis anggap penting, karena perbedaan tujuan dalam berpikir akan berpengaruh pada kebenaran dari hasil-hasil pemikiran. Ketika seseorang berpikir untuk mencari-cari kelemahan di dalam penciptaan, maka asumsi dan sudut pandangnya akan dibelenggu untuk memperoleh kesalahan yang dianggapnya ada. Sebaliknya, ketika seseorang berpikir untuk mencari hikmah dari penciptaan ini, yang akan didapatinya adalah pelajaran-pelajaran yang tak terbatas dari alam semesta. Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an surat As-Shaad ayat 27, sebagai berikut:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. As-Shaad [38]:27)
Telah kita ketahui bersama, bahwa kecerdasan semata tidaklah cukup untuk keselamatan dunia dan akhirat. Kecerdasan yang disertai dengan kesombongan bahkan mengantarkan iblis kepada laknat Allah SWT. Kecerdasan yang disertai dengan kearifan dan kesadaran akan keterbatasan manusia di hadapan Rabb-nya lah yang dapat mengantarkan manusia kepada ilmu pengetahuan yang hakiki. Perumpamaan dari orang-orang yang tidak mempergunakan potensi yang dimilikinya untuk mencari hikmah dan pelajaran dari alam semesta dijabarkan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raaf ayat 179, sebagai berikut:
“…mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf [7]:179)
Dalam buku Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al-Qur’an ini, penulis berusaha untuk memaparkan sebagian kecil dari kesempurnaan ciptaan Allah SWT, melalui sudut pandang ilmu arsitektur. Terdapat sebuah konsep dasar yang dicetuskan oleh Vitruvius, seorang arsitek yang hidup di zaman Romawi, dalam menilai sebuah karya arsitektur. Konsep dasar ini terdiri dari tiga unsur utama, yaitu kekokohan (firmitas), kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas). Alam semesta dan segala yang ada di dalamnya ternyata mengandung nilai-nilai kekokohan (firmitas), kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas) yang sangat sempurna. Pelajaran ini bahkan dapat diperoleh dari ciptaan-ciptaan Allah SWT yang seringkali dianggap remeh oleh manusia, seperti lebah, semut dan laba-laba.
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”.” (QS. An-Naml [27]:18)
Sarang-sarang mereka dianggap lemah dan tidak berarti oleh manusia, sehingga seringkali manusia merusaknya, dengan sengaja ataupun tidak, tanpa rasa berdosa. Padahal, di balik setiap penciptaan mereka terdapat hikmah dan pelajaran yang sangat besar, bahkan bagi perkembangan keilmuan arsitektur saat ini. Di dalam sebuah sarang lebah madu misalnya, terdapat sebuah perhitungan matematis yang sangat akurat tentang optimalisasi pembentukan ruang dari segi bahan baku dan volume ruangan. Sementara itu, di dalam sebuah sarang semut terdapat mekanisme pengaturan panas dan sterilisasi ruang, seperti yang dibutuhkan di dalam perancangan sebuah rumah sakit.
Tujuan penulisan ini sesungguhnya bukan semata-mata mencari dan menemukan pelajaran bagi dunia arsitektur dalam hal kekokohan (firmitas), kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas). Lebih jauh, buku ini bertujuan menggali hikmah dan makna yang terkandung dari ciptaan Allah SWT, untuk diterapkan di dalam dunia keilmuan arsitektur. Dalam tataran hikmah, pemaknaan obyek arsitektur ternyata bukanlah sekedar pemaknaan akan kekokohan, kegunaan dan keindahan semata. Pemaknaan lebih dalam, sebenarnya adalah pemaknaan yang mengantarkan manusia kepada kesadaran yang lebih tinggi (transendensi) akan keesaan dan kebesaran Allah SWT. Pada akhirnya, keilmuan menjadi penguat dan penegak keyakinan agama. Wallahu a’lam bish-shawab.
 http://yuliaonarchitecture.wordpress.com/2009/03/10/membaca-konsep-arsitektur-vitruvius-dalam-al-quran/

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al-Qur’an"