mikroba


Mikrobiologi
A.     Definisi mikroba
 Mikroba adalah organisme berukuran mikroskopis yang antara lain terdiri dari bakteri, fungi dan virus (Waluyo, 2009). Bakteri merupakan mikroba prokariotik yang rata-rata selnya berukuran 0,5-1 x 2-5 μm, berbentuk elips, bola, batang atau spiral (Pelczar dan Chan, 2005). Menurut Gandjar (2006), fungi adalah organisme eukariotik, bersifat heterotrof, dinding selnya mengandung kitin, tidak berfotosintesis, mensekresikan enzim ekstraseluler ke lingkungan dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi. Berdasarkan penampakannya, fungi dikelompokkan ke dalam kapang (mold), khamir (yeast), dan cendawan (mushroom). Cendawan merupakan fungi yang berukuran makroskopis, sedangkan kapang dan yeast adalah fungi yang berukuran mikroskopis. Menurut Rachmawan (2001), rata-rata sel kapang berukuran 1-5 x 5-30 μm dan yeast berukuran 1-5 x 1-10 μm. Kapang adalah fungi multiseluler berfilamen dengan susunan hifa yang menyerupai benang (Brock et al., 2006). Yeast merupakan fungi uniselular. Pada yeast tertentu yang bersifat patogenik seperti Candida sp., mengalami dua fase (dimorfisme) dalam siklus hidupnya, yaitu fase yeast (membentuk sel tunggal) dan fase miselium untuk penetrasi ke jaringan inangnya (Bambang, 2009).
Selain berinteraksi intraspesies, mikroba tersebut juga berinteraksi secara interspesies dengan manusia, tumbuhan, dan hewan. Dalam interaksinya dengan manusia, mikroba tersebut ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan. Contohnya bakteri patogen Escherichia coli dan kelompok bakteri Coliform dapat menyebabkan diare, kolera, dan penyakit saluran pencernaan lainnya (Waluyo, 2009). Kapang dan khamir menyebabkan penyakit karena menghasilkan racun (mikotoksin) dan menginfeksi permukaan tubuh seperti kulit, kuku, dan rambut (mikosis superfisial), serta menyerang jaringan dalam tubuh melalui peredaran darah (mikosis sistemik) (Gandjar, 2006).
Salah satu upaya untuk melawan mikroba tersebut adalah dengan menggunakan mikroba lain yang mempunyai sifat antagonis (antimikroba) sebagai pengganggu atau penghambat metabolisme mikroba lainnya. Mikroba antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba tersebut dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain (Baker 2 dan Cook, 1974). Senyawa antimikroba tersebut dapat digolongkan sebagai antibakteri atau antifungi (Pelczar dan Chan, 2005). Beberapa senyawa antimikroba adalah fenol, formaldehida, (Dwidjoseputro, 2003), antibiotik, asam, dan toksin (Verma et al., 2007).
Mikroba yang memiliki kemampuan antimikroba dan menghasilkan senyawa antimikroba adalah bakteri, aktinomycetes, dan kapang (Radji, 2005; Tortora et al., 2002). Aktinomycetes dan kelompok bakteri, seperti kelompok bakteri asam laktat dan bakteri Gram positif telah banyak diteliti dan dikenal sebagai sumber berbagai senyawa antimikroba (Hoover and Chen 2003). Kapang tanah yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah genus Aspergillus, Penicillium, Paecilomyces, Trichoderma (Gandjar, 2006), dan Fusarium (Nemec et al., 1963). Aspergillus menghasilkan senyawa antimikroba mevionin dan aspersilin (Gandjar, 2006). Penicillium sp. menghasilkan penisilin untuk menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri (Deacon, 2006). Verma et al. (2007) menyatakan bahwa, Trichoderma sp. menghasilkan senyawa antimikroba yaitu enzim 1,3 glukanase dan khitinase yang dapat menghancurkan dinding hifa dari beberapa fungi serta isocyanide-3-(- isocyanocyclopent-2-enylidene) propionic acid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Genus-genus kapang tanah lainnya yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba masih belum banyak diteliti. Sehingga, sesuai dengan pendapat Gandjar (2006), skrining isolat-isolat kapang tanah baru terutama dari berbagai daerah di Indonesia masih harus terus dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai agen antimikroba.

B.     Pemanfaatan mikroba
Secara perlahan tapi pasti sistem pertanian organik mulai berkembang diberbagai belahan bumi, baik dinegara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan..
Beberapa mikroorganisme tanah seperti rhizobium, Azospirillum, dan Azootobacter, mikoriza, bakteri pelarut fosfat, mikoriza perombak selulosa dan Effective microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman. Lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga akan dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering sebagai biofertilizer atau pupuk hayati. Biofertilizer tersebut memiliki fungsinya antara lain  membantu penyediaan unsur hara pada tanaman, membantu dekomposisi bahan organik, meyediakan lingkungn rhizosfer sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produksi peningkatan tanaman.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu.
Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.

C.     Contoh pemanfaatan mikroba
Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencangkup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan peroduksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Gunalan, 1996):
  1. Penyedia hara
  2. Peningkat ketersediaan hara
  3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
  4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus
  5. Pemantap agregat tanah
  6. Perombak persenyawaan agrokimia
Selain itu, ada beberapa alasan pemanfaatan mikroba tanah antara lain:
1.      Siklus penyediaan Hara
Mikroorganisme mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus hara karena:
·        Ukurannya yang kecil sehingga mempunyai rasio permukaan volume yang sangat besar  memungkinkan pertukaran material (hara) dari sel ke lingkungannya dengan sangat cepat.
·         Reproduksi yang sangat cepat (dalam hitungan menit)
·        Distribusi keberadaan yang sangat luas




2.       Siklus pembentukan Nitrogen
  • Pool N terbesar di udara sebagai gas N2
  • N menjadi tersedia melalui proses fiksasi (kimia maupun mikrobiologis) (nitrogen fixer: rhizobium dll)
  • N organik (dalam jaringan makhluk hidup – bentuk protein, asam amino dan asam nukleat) menjadi N anorganik melalui proses mineralisasi NH4+ == (ammonium) MO dekomposer
  • NH4+ mengalami Nitrifikasi oleh Nitrosomonas, Nitrosococcus dan Nitrosovibrio
  • NO2- menjadi NO3+ oleh Nitrobacter dan Nitrococcus NO3-
  • NO2- oleh Pseudomonas, Bacillus dan Alcaligenes N anorganik dapat diasimilasi oleh mikroorganisme == Imobilisasi
3.      Siklus pembentukan  Sulfur
  •  Oksidasi sulfur menjadi sulfat oleh Thiobacillus, Arthrobacter dan Bacillus
    2H2S + O2 → 2S + 2H2O
2S + 2H2O + 3O2 → 2SO42- + 4H+S2O32- + H2O + 2O2 → 2SO42- + 2H+
  • Reduksi Sulfat menjadi sulfida (S2-) oleh Desulphovibrio desulphuricans 2SO42- + 4H2 → S2- + 4H2O
4.       Siklus pembentukan  Fosfor
  • Fosfor di alam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat, fitat atau protein
  • Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter aerogenes) dapat melarutkan P menjadi tersedia bagi tanaman.
5.      Pembentukan agregat tanah
  • Organisme tanah menghasilkan polimer organik (misal humic dan fulvic bahan acids) yang mengikat partikel lempung menjadi mikro agregat
  • Pembentukan mikroagregat menjadi makro agregat dimediasi oleh organik dan berbagai jenis mikro dan makroorganisme (bakteri, jamur-terutama jamur VAM, algae, cacing, semut, serangga dsb.)

id.wikipedia.org/wiki/Mikroorganisme

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "mikroba"