TEKNIK PERBANYAKAN VEGETATIF JENIS TANAMAN
TEKNIK PERBANYAKAN VEGETATIF JENIS TANAMAN Acacia mangiu
TEKNIK PERBANYAKAN VEGETATIF JENIS TANAMAN Acacia mangiu
Acacia mangium
Vegetative
PropagationTechniques of Acacia mangium
Hamdan Adma Adinugraha,
Sugeng Pudjiono dan Toni Herawan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan
I. PENDAHULUAN
Acacia
mangium merupakan salah satu jenis yang dikembangkan untuk hutan tanaman
industri (HTI) di Indonesia. Jenis ini termasuk cepat tumbuh dan mudah tumbuh
pada kondisi lahan yang rendah tingkat kesuburannya, seperti pada lahan
marginal dengan pH rendah, tanah berbatu serta tanah yanag telah mengalami
erosi (Leksono dan Setyaji, 2003). Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp dan kertas, serta untuk bahan meubel dan flooring. Menurut Anonim
(1989) kayu A. mangium dapat digunakan untuk kerangka pintu, bagian jendela,
molding, bahan baku peti/kotak dan partikel board. Sebaran alaminya terdapat di
Australia, PNG, Maluku (Rokas, Kepulauan Aru dan Seram Bagian Barat), Irian
Jaya Bagian Utara (Semenanjung Vogelkop, Manokwari, Fak-fak) dan Irian Jaya Bagian
Selatan (Merauke, Erambu dan Muting). Tumbuh pada ketinggian 30-130 m di atas
permukaan laut dengan curah hujan yang bervariasi antara 1.000 mm - 4.500
mm/tahun (Leksono, 1996). Pembibitan tanaman
mudah dilakukan dengan cara generatif. Sebelum disemaikan, benih
terlebih dahulu diberi perlakuan awal (skarifikasi) dengan cara perendaman
dalam air hangat (90oC) dan didiamkan selama 12 – 24 jam atau perendaman dalam
air panas selama 30 detik dan selanjutnya direndam dalam air biasa selama 24
jam. Dalam rangka penyediaan benih unggul telah dilakukan penelitian dan
pembangunan kebun benih semai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta bekerja sama dengan para
pelaksana HPHTI di Jawa dan Luar Jawa (Leksono dan Setyaji, 2003). Selain itu pembibitan A. mangium dapat
dilakukan secara vegetatif baik secara konvensional maupun secara invitro atau
kultur jaringan. Pada tulisan ini diuraikan beberapa teknik pembiakan vegetatif
yang dapat diterapkan dalam rangka penyediaan bibit untuk kegiatan penanaman.
II. MANFAAT PEMBIBITAN
SECARA VEGETATIF
Keuntungan
penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang
didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan
peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit
dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan
benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat
diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan
dengan cara vegetatif pada umumnya relatif dangkal, kurang beraturan dan
melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari
biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman
yang berasal dari biji (Pudjiono, 1996). Menurut Khan (1994) pembibitan secara
vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk
pengembangan bank klon (konservasi genetik), kebun benih klon, perbanyakan
tanaman yang penting hasil persilangan terkendali, misalnya hybrid atau steryl
hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman
terseleksi.
III. TEKNIK PEMBIAKAN
VEGETATIF
Dalam
rangka penyediaan materi untuk kegiatan penanaman baik dalam rangka penelitian
maupun kegiatan penanaman di lapangan, dapat dilakukan pembibitan secara
vegetatif. Teknik yang dapat dilakukan adalah
:
1. Teknik mencangkok
(air layering) Tujuan pencangkokan adalah untuk mendapatkan anakan/bibit untuk
pembangunan bank klon, kebun benih klon, kebun persilangan, karena dengan
teknik ini bibit yang dihasilkan bersifat dewasa sehingga lebih cepat
berbunga/berbuah. Pencangkokan dilakukan pada pohon-pohon plus yang telah
dipilih di kebun benih.
INFO TEKNIS Vol. 5 no.
2, September 2007 Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
2 Penggunaan teknik
mencangkok dilakukan dalam rangka penyediaan materi untuk bank klon, kebun
persilangan dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang digunakan antara
lain media cangkok (moss cangkok, top soil dan kompos), bahan pembungkus
cangkok dari polibag hitam, tali rafia, zat pengatur tumbuh akar, insektisida,
pita label, spidol permanen, pisau cangkok, parang, gergaji tangan dan alat
tulis. Pembuatan cangkokan dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penyiapan media cangkok terdiri atas
campuran antara moss cangkok, top soil
dan kompos. Sebelum digunakan media disiram dengan air sampai cukup
kelembabannya, serta ditaburi insektisida secukupnya supaya media tidak
dijadikan sarang semut dan membunuh hama uret.
2. Pemanjatan pohon dan pemilihan cabang yang
sehat dengan diameter rata-rata 2 cm -
4 cm. Cabang dikerat sepanjang 5 cm dengan menggunakan pisau cangkok, kulit
cabang dikelupas dan bagian kambiumnya dibersihkan dengan cara dikerik dan
dibiarkan beberapa menit. Posisi keratan kulit sekitar 30 cm dari pangkal
cabang. Setelah itu bagian sayatan diolesi dengan larutan ZPT untuk memacu
pertumbuhan akar. 3. Menutup luka sayatan pada cabang dengan campuran media
yang telah disiapkan, kemudian ditutup dengan polibag hitam dan diikat dengan
tali rafia sehingga media cangkok stabil.
Bagian pembungkus cangkok dilubangi agar memudahkan masuknya air atau
keluarnya akar ketika cangkok telah berakar dengan baik. 4. Memberi label yang
berisi tanggal pencangkokan, perlakuan dan pelaksana.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada kegiatan pencangkokan antara lain :
a.
Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada musim hujan sehingga akan membantu dalam
menjaga kelembaban media sampai berakar.
b. Pengambilan cangkok dilakukan setelah
cangkok berumur 2 - 3 bulan. Pemotongan cangkok menggunakan gergaji kemudian
diturunkan secara hati-hati. Cangkok yang terlalu panjang dipotong sebagian dan
daunnya dikurangi untuk mencegah terjadinya penguapan yang terlalu besar.
c.
Cangkok yang telah dipisahkan dari pohon induknya segera ditanam (aklimatisasi)
pada media campuran tanah dengan kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan ini
dilakukan di persemaian yang diberi naungan dengan intensitas cahaya lebih dari
50%. Pemeliharaan cangkok di persemaian dilakukan sampai bibit siap ditanam di
lapangan. Biasanya setelah 3 bulan cangkok telah memiliki perakaran yanag
kompak dan siap dipindahkan ke lapangan.
d.
Pembuatan cangkok pada satu pohon tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak,
karena akan mengganggu atau merusak pohon tersebut.
Gambar 1. Aklimatisasi hasil pencangkokan
A. mangium 2. Teknik sambungan (grafting) Pembuatan bibit A. mangium dengan
teknik sambungan dilakukan dengan menyambungkan scion berupa bagian pucuk/tunas
dari tajuk pohon plus pada tanaman batang bawah/root stock yang telah
disediakan. Teknik ini akan mempertahankan sifat dewasa pohon induknya,
sehingga anakan yang dihasilkan akan cepat berbunga/berbuah.
INFO TEKNIS Vol. 5 no.
2, September 2007 Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
3 Teknik ini biasa
digunakan untuk kegiatan penyiapan materi untuk bank klon, kebun persilangan
dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk kegiatan ini
antara lain bibit A.mangium atau A.
auriculiformis untuk tanaman batang bawah dan scion diambil dari tajuk pohon
plus di kebun benih F1. Bahan dan peralatan lainnya adalah parafil/plastik
pengikat sambungan, kantong plastik bening ukuran 1 kg, obat/pasta penutup luka
tanaman, tali rafia, pita label, pisau
sambung, pisau cutter, gunting stek, penggaris dan alat tulis. Pembuatan
sambungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Penyiapan root stock
berupa semai A. mangium atau A. auriculiformis yang telah siap tanam yaitu
berumur 4 - 6 bulan dengan diameter batang 0,5 cm -1 cm. Bibit dipilih yang
sehat, tidak menunjukkan adanya serangan hama/penyakit.
b. Bibit root stock
dipangkas dengan gunting stek dengan tinggi pangkasan rata-rata 30 cm
tergantung pada diameternya. Semakin kecil diameter maka pemangkasan dapat
lebih rendah dari 30 cm. Permukaan batang pada titik pangkasan dihaluskan
dengan pisau sambung/cutter, kemudian ujungnya dibelah/disayat dengan pisau
grafting secara hatihati sepanjang 1,5 cm -2 cm.
c. Penyiapan scion yaitu tunas/trubusan pada
tajuk pohon induk. Tunas yang baik untuk scion adalah yang jaringan gabusnya
sedikit. Ukuran scion dipilih yang sesuai dengan root stock. Bagian pangkal
scion disayat secara hati-hati dengan panjang sayatan pada root stock.
d. Pembutan sambungan dilakukan dengan
mengunakan teknik top clept graft atau veneer graft. Root stock dan scion
disambung secara hati-hati sehingga bagian kambium keduanya bersatu, kemudian
diikat dengan parafilm dan ditutup dengan plastik bening untuk memelihara
kelembaban udara. Plastik dibuka secara bertahap dengan cara menggunting sebagian sampai akhirnya dilepas.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan bibit sambungan adalah sebagai berikut :
a. Penyambungan
sebaiknya dilakukan di persemaian dengan naungan sarlon 50 – 65 % atau pagi/sore hari sehingga tidak terlalu panas.
b. Penyambungan
dilakukan segera setelah scion diambil dari pohon induk karena lamanya waktu
penyimpanan scion akan mengurangi tingkat keberhasilan hidup sambungan (Adinugraha
dkk, 2001)
c. Pemeliharaan tanaman
hasil sambungan harus dilakukan secara rutin seperti : penyiraman, penyiangan,
pembuangan tunas yang tumbuh pada batang root stock, membuka plastik sungkup
sambungan secara bertahap setelah sambungan tersebut tumbuh.
3. Teknik stek pucuk (leafy cuttings)
Pembibitan dengan teknik stek pucuk umumnya dilakukan dalam rangka produksi
bibit secara massal untuk keperluan operasional penanaman. Dengan teknik ini
dapat dihasilkan dalam jumlah besar. Bahan yang digunakan adalah bahan stek
dari tunas/trubusan yang diperoleh dari kebun pangkas, sedangkan media stek
yang digunakan adalah pasir sungai, zat pengatur tumbuh, bak plastik/ember,
label, fungisida, gunting stek/pisau cutter.
Untuk kegiatan
pembibitan dengan stek pucuk diperlukan beberapa fasilitas penunjang yaitu
tempat pembibitan dapat dilakukan di rumah kaca atau bedengan persemaian yang
ditutup dengan sungkup plastik. Untuk persemaian skala besar diperlukan
peralatan lainnya yaitu pengaturan
naungan, pengaturan suhu dan ventilasi, alat penyiraman dan kelembaban udara
yang dijalankan secara otomatis merupakan faktor yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilannya. Selain itu diperlukan sumber air yang tersedia
sepanjang tahun, sumber bahan stek (kebun pangkas) dan tempat penyimpanan media
stek. Tabel 1. Hasil stek pucuk A. mangium Penyetekan di rumah kaca Peneyetekan
di persemaian Bahan stek Hormon Jumlah stek Stek berakar Persen jadi (%) Jumlah
stek Stek berakar Persen jadi (%) Rootone F 40 28 70,5 40 26 65,0 Tunas/
trubusan Kontrol 40 13 33,0 40 20 50,0
Rootone F 40 2 5,0 40 0 0 Cabang
Kontrol 40 2 5,0 40 1 2,5 Sumber
: Pudjiono dan Kondo (1996)
INFO TEKNIS Vol. 5 no.
2, September 2007 Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
4 Kebun pangkas perlu dibangun sebagai sumber
bahan stek yang menghasilkan tunas secara terus menerus. Pembangunan kebun
pangkas sebaiknya dilakukan dengan menggunakan materi tanaman dari pohon plus,
sehingga bibit yang akan dihasilkan memiliki kualitas genetik yang baik/unggul.
Menurut Kartiko (2000) materi tanaman yang dipergunakan untuk membangun kebun
pangkas berasal dari benih hasil penyerbukan terkendali antara pohon-pohon plus
dan klon hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus. Pembuatan stek pucuk dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut (Adinugraha, 2003) : a. Penyiapan media stek
dalam polibag/kantong bibit/tabung bibit. b. Pembuatan stek dengan cara
memotong trubusan menjadi beberapa bagian. Satu stek terdiri atas 2 mata/nude.
Tunas dipilih yang belum membentuk jaringan gabus, kemudian direndam stek pada
larutan fungisida. c. Sebelum ditanam bagian pangkal stek dicelupkan kedalam
larutan ZPT, kemudian stek ditanam pada
media yang telah diberi lubang tanam terlebih dahulu. d. Bedengan stek ditutup
plastik sungkup untuk memelihara
kelembaban udara tetap tinggi sekitar 90% dan perlu diberi naungan dengan
intensitas cahaya 15% - 25 % untuk bedengan tanpa pengabutan dan intensitas
cahaya 30% - 50% untuk bedengan dengan sistem pengabutan. e. Pemeliharaan rutin
meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida dan pembersihan gulma dan setelah
stek berakar stek lalu disapih ke media pertumbuhan agar bibit tumbuh baik
sampai siap tanam. Biasanya bibit sudah siap tanam pada umur 4 bulan.
Gambar 2. Kebun pangkas
A. mangium
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pembibitan dengan teknik stek pucuk adalah : a.
Semakin tinggi pemangkasan akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Pudjiono
and Kondo (1996) melaporkan bahwa hasil stek pucuk tunas dari trubusan pada
batang yang dipangkas 100 cm rata-rata hanya mencapai 17,5 %. b. Umur trubusan
yang baik untuk bahan stek pucuk jenis A. mangium optimal sekitar 45 - 60 hari.
Bertambahnya umur tunas mengurangi daya perakaran stek. Untuk memudahkan dalam
menentukan masa panen tunas dapat dilihat dari panjang tunas yaitu apabila
telah mencapai panjang 30 cm - 40 cm (Longman, 1993). c. Tipe pertumbuhan tunas
harus diperhatikan dengan memilih tunas yang memiliki pertumbuhan ke arah
vertikal (ortotropic). Tunas yang bersifat plagiotropic sebaiknya tidak
digunakan karena akan menghasilkan bibit yang tumbuhnya tidak normal (mendatar
seperti cabang). d. Posisi trubusan pada tonggak akan mempengaruhi kemampuan
berakar stek. Semakin tinggi posisi tunas pada tonggak maka kemampuan
berakarnya semakin rendah
INFO TEKNIS Vol. 5 no.
2, September 2007 Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
5 e. Pengepakan bahan
tanaman harus diperhatikan terutama apabila bahan stek diambil dari lokasi yang
jauh dari tempat pembibitan. Sebaiknya penyetekan segera dilakukan setelah
bahan stek tiba di pembibitan. Cara pengepakan stek yang bisa dilakukan dengan
membungkus bahan stek dengan kertas koran basah, kemudian dimasukkan ke dalam
es box yang diisi es batu. 4. Teknik kultur
jaringan Pembibitan dengan cara kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan
bahan biakan (eksplan) adalah bagian pucuk aksiler dari klon A. mangium hasil
cangkok atau dari bahan trubusan pada kegiatan rejuvenasi dengan cara
perendaman cabang (soaked branches) (Herawan dan Husnaeni, 1996; Herawan,
2003). Bahan biakan disterilisasi dengan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit
dan dilanjutkan dengan perendaman menggunakan larutan 1% - 2% Sodium
Hypochlorite (NaClO). Penggunaan beberapa tetes tween 20 sebagai surfactan
sangat membantu penetrasi NaClO masuk kedalam jaringan tanaman. Lamanya
sterilisasi 15 menit. Sebelum diinokulsi eksplan dibilas dengan aquades steril
sebanyak 3 kali. Eksplan kemudian dipotong menjadi ukuran 1 cm - 2 cm dan siap
diinduksi (Herawan, 2003).
Gambar 3. Teknik
rejuvenasi dengan cara perendaman cabang Media yang digunakan untuk induksi
adalah media MS + zat pengatur tumbuh (ZPT) dari golongan sitokinin yaitu BAP
konsentrasi 2 mg/l + NAA 0,1 mg/l. Pada tahap perbanyakan digunakan media yang
sama dengan tahap induksi, selanjutnya pada media ditambahkan 200 mg/l Adenin
sulfat dan 160 mg/l NaH2PO4.2H2O. Pada tahap perakaran digunakan media ½ MS,
kemudian ditambahkan 1 mg/l IBA dan 0,01 mg/l NAA. Pada tahap induksi dan
perbanyakan digunakan gula pasir sebagai pengganti sucrose sebagai sumber
energi sebanyak 30 g/l dan agar 20g/l. pH media 5,6 - 5,8. Pada tahap
aklimatisasi digunakan top soil dicampur pupuk kandang dan pasir sungai dengan
perbandingan 2:1:1 yang disterilkan dengan cara dijemur beberapa hari (Herawan,
2003). Hasil aklimatisasi menunjukkan
bahwa keberhasilan tumbuh bibit hasil perbanyakan dengan kultur jaringan
ratarata mencapai 76%. Bibit tersebut dapat dijadikan materi kebun pangkas dan dapat diperbanyak dengan cara stek pucuk
(Herawan, 2003).
IV. PENUTUP
1. Pembibitan tanaman
Acacia mangium dapat dilakukan dengan
cara generatif maupun vegetatif. Teknik pembibitan secara vegetatif dilakukan
dengan teknik mencangkok, menyambung, stek pucuk dan kultur jaringan. 2. Teknik
pembiakan secara vegetatif sangat diperlukan dalam rangka perbanyakan pohon
plus hasil seleksi di kebun benih karena akan mempertahankan sifat pohon
induknya.
DAFTAR PUSTAKA
INFO TEKNIS Vol. 5 no.
2, September 2007 Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
6 Adinugraha, H.A., H.
Moko dan O. Chigira, 2001. Penelitian Pendahuluan Pengaruh Lama Penyimpanan
Scion Terhadap Keberhasilan Sambungan Jenis Eucalyptus pellita. Buletin
Pemuliaan Pohon Vol.5 No.1, hal 11-20.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Adinugraha, H.A., 2003. Pembibitan Acacia mangium Secara Vegetatif.
Makalah Pelatihan Alih Teknologi Persemaian dan Pemuliaan Pohon. Kerjasama
antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan. Yogyakarta dengan PT. Finantara Intiga, 29 September3 Oktober 2003.
Anonim, 1989. Pengamatan Teknik Silvikutur dan Pertumbuhan Tanaman Acacia
mangium. Proyek Kerjasama Pengembangan Sumber Benih Yogyakarta – Fakultas
Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Herawan, T., 2003. Propagasi Klon
Acacia mangium Melalui Kultur Jaringan. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 1 No. 2. Hal. 43 – 48.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Herawan, T., dan Y. Husnaeni, 1996. Teknik Rejuvenasi Menggunakan
Metoda Rendaman Cabang Dalam Air pada Jenis A. mangium, E. deglupta, E.
urophylla dan P. falcataria. Kartiko,
H.P., 2000. Membina Kebun Pangkas Sebagai Sumber Bibit Untuk Hutan Keluarga dan
Hutan Klon. Konifera No. 2 Tahun XV/2000. Balai Penelitian Kehutanan Pemantang
Siantar. Khan, M., 1994. Proceedings National Training Course on Tree Breeding
and Propagation. Fakistan Institute 22 – 26 February 1994. FAO. Los Banos.
Phillipines. Leksono, B., 1996. Explorasi Benih Acacia spp dan Eucalyptus
pellita F. Muell di Merauke, Irian Jaya. Buletin Becariana. Universitas
Cendrwasih. Jayapura. Leksono, B., dan Setyaji, T., 2003. Teknik Persemaian dan
Informasi Benih Acacia mangium. Seri GN-RHL. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Longman, K.A., 1993.
Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees : Propagations and Planting
Manuals. Volume I. Commonwealth Science Council. London. Pudjiono, S., 1996.
Dasar-dasar Umum Pembuatan Stek Pohon Hutan. Informasi Teknis No. 1/1996. Balai
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Pudjiono, S., dan H. Kondo.,
1996a. Technical Report for Cuttings Propagation for Acacia mangium, Eucalyptus
deglupta, Eucalyptus pellita and Paraserienthes falcataria. Forest Tree
Improvement Project No. 55. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan dangan Japan International Cooperation Agency (JICA). Pudjiono, S.,
dan H. Kondo., 1996b. Technical Report for Conventional Vegetative Propagation.
Forest Tree Improvement Project No. 61. Kerjasama Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dangan Japan International Cooperation Agency (JICA)
Belum ada tanggapan untuk "PENERAPAN PERBANYAKAN TANAMAN SECARA VEGETATIF PADA PEMULIAAN POHON"
Post a Comment