Pages

Sunday, October 30, 2016

Varietas Kermindo Hasilkan Biodisel Tertinggi

Varietas Kermindo Hasilkan Biodisel Tertinggi


Dua varietas baru kemiri sunan dari Puslitbangbun mampu menghasilkan biodisel tertinggi dari varietas sebelumnya. Varietas Kermindo itu hasilnya sangat menjanjikan.
Dalam mendorong energi baru terbarukan yang dicanangkan pemerintah saat ini, kemiri sunan dapat menjadi pilihan utama sebagai sumber bahan bakar nabati. Apalagi varietas kemiri sunan Kermindo yang dirilis Kementerian Pertanian memiliki potensi produksi 12 ton per hektar (Ha) per tahun. Bahkan rendemen minyak kemiri sunan dapat mencapai 50 persen.
Varietas yang dikembangkan Pusat Penelitian Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) belum lama ini menghasilkan dua populasi terbaik, yakni Balong dan Cigempol. Produksinya pun lebih tinggi ketimbang varietas kemiri sunan lainnya.
Dari segi fisiko kimia minyak, potensi biodisel kemiri sunan Balong mencapai 38,36 Kg/pohon/tahun. Sedangkan Cigempol potensi biodisel mencapai 32,55 Kg/phon/tahun. Dari segi ekonomis, kemiri sunan Cigempol sudah mulai produksi pada tahun ke-4 sejak ditanam dengan produksi biji kering mencapai 30,48 Kg/pohon.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak kasar kemiri sunan Cigempol memiliki rendemen biodisel sebesar 85,98 persen. Sehingga jumlah biodisel yang diapat diperoleh sebanayak 5.291 ton biodisel atau setara dengan 5.629 kilo liter biodisel kemiri sunan. Dari proses pengolahan minyak kasar menjadi biodisel juga dapat diperloelh 824 kilo gliserol.
Sedangkan kemiri sunan Balong berumur empat tahun mulai dapat berproduksi biji kering sebesar 35,78 Kg/pohon atau setara 5,37 ton/Ha dengan populasi 150 pohon/Ha. Jika luas kebun 5.000 Ha, produksi biji kering mencapai 26,831 ton. Varietas ini setiap 1 Kg biji kering dapat diperoleh 0,5592 Kg kernel, sehingga total kernel yang dapat mencapai 15.004 Kg.
Varietas Balong memiliki rendemen minyak kasar sebesar 49,68 persen. Dengan demikian dari 15.004 ton kernel dapat diperoleh 7.454 ton minyak kasar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak kasar populasi Balong memiliki rendemen biodisel sebesar 85,98 persen. Sehingga jumlah biodisel yang diperleh sebanayk 6.408 ton atau setara 6.818 kilo liter biodisel dan 1.045 ton gliserol. (YR)
 http://perkebunannews.com/2016/02/10/varietas-kermindo-hasilkan-biodisel-tertinggi/

Aren Tipe Dalam dari Tomohon

Aren Tipe Dalam dari Tomohon
Aren Tipe Dalam kini yang pertama kalinya dirilis Kementerian Pertanian dapat dijadikan sebagai sumber benih unggul. Produksi niranya mencapai 30 liter lebih dengan kadar gula 13,6 persen.

Aren Tipe Dalam pertama kini telah dirilis Kementerian Pertanian. Aren tipe dalam asal Tomohon, Sulawesi Utara ini mampu menghasilkan nira tinggi berkisar 25 – 36 liter/pohon/hari. Varietas baru ini dapat menjadi benih bermutu guna menjawab kebutuhan pasar.

Balai Penelitian Tanaman Palma berhasil melakukan eksplorasi dengan menemukan tanaman aren tipe dalam berproduksi nira tinggi di salah satu daerah sentra tanaman aren di Tomohon, Sulawesi Utara. Di daerah yang memiliki tanaman aren seluas 756 hektar ini memang diduga sebagai tempat yang memiliki keragaman genetik aren yang cukup besar.

Eksplorasi aren tipe dalam ini dilakukan sejak 2008 dengan hasil produksi nira rata-rata di atas 25 liter per hari. Dari eksplorasi itu akhirnya Balai Penelitian Palma bekerjasama dengan Pemerintah Kota Tomohon pun melanjutkannya dengan observasi pada 2012. Hasilnya ternyata aren tipe dalam di daerah 23 kilometer dari Manado itu mampu menghasilkan nira yang cukup tinggi.

Dari 30 tanaman yang diamati, tim peneliti menganalisa kekompakan tanaman, produksi nira, dan juga kualitas gulanya. Untuk nira dianalisa produksi nira mayang per hari selama tiga tahun antara 2012 – 2014. Setiap tahun dipilih 10 pohon aren dan setiap pohon kemudian dipilih satu mayang jantan yang baru mulai disadap hingga selesai.

Hasil pengamatan tim peneliti sejak 2012 hingga 2014 menunjukkan bahwa produksi nira aren tipe dalam Tomohon memang tergolong tinggi. Karena produksi nira per hari pada 2012 berkisar 25 – 38 liter dengan waktu penyadapan per tanda 6,3 bulan. Sedangkan pada 2013 produksi nira mencapai 24 – 36 liter dengan waktu penyadapan 6,5 bulan, dan 24 – 30 liter pada 2014 dengan waktu penyadapan 5,2 bulan.

Dengan demikian hasil nira secara optimal per mayang untuk populasi aren tipe dalam Tomohon berkisar 4.860 liter hingga 6.237 liter. Dibandingkan dengan aren di Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Timur, produksi nira per mayang rata-rata hanya mencapai 912 liter.

Satu pohon aren tipe dalam memiliki mayang jantan sampai 12 buah. Namun umumnya yang disadap hanya sampai tanda ke-6 dengan setiap mayang rata-rata disadap selama dua bulan. Hasil pengamatan produksi nira per mayang dan lama penyadapan per mayang menunjukkan bahwa produksi nira dan lama penyadapan mulai menurun setelah tandan ke-3.

Hasil observasi di desa Tara-Tara menunjukkan rata-rata produksi nira mencapai 27,64 liter per hari dengan produksi nira berkisar 870 – 4.463 liter per mayang dengan lama penyadapan berkisar 34 – 212 hari. Hal ini menyebabkan produksi nira dan lama penyadapan di desa Tara-Tara ini memiliki keragaman tinggi. Hal yang sama juga di dua desa yang dijadikan penelitian.

Dari hasil seleksi tim peneliti memperoleh 33 pohon dengan kisaran produksi nira sebanyak 30 – 35 liter per mayang per hari. Sedangkan lama penyadapan lebih dari tiga bulan per mayang. Rata-rata produksi nira aren tipe Dalam Tomohon sendiri hanya berkisar 24 – 27 liter per mayang per hari dengan lama penyadapan lebih dari 2,5 bulan dengan kadar gula 13,61 persen.

Rata-rata setiap pohon aren tipe dalam Tomohon memiliki delapan mayang betina dan setiap mayang rata-rata memiliki 3.000 buah yang setiap buahnya terdapat tiga biji aren. Dengan demikian dalam satu mayang terdapat 9.000 biji aren yang berpotensi untuk dijadikan benih sekitar 80 persen. Sehingga dalam satu pohon aren tipe dalam dapat diperoleh benih sebanyak 54.700 butir yang dapat digunakan untuk pengembangan aren seluas 136 hektar.

Hasil observasi Balit Palma menunjukkan aren tipe dalam Tomohon ini tidak ditemukan adanya serangan hama dan penyakit. Sedangkan tanaman aren di Banten, Kutai Timur, dan daerah sentra aren lainnya ditemukan emapt jenis hama penyakit yang menyerang yakni oryctes rhinoceros, rhyncohoporus sp, lariscus sp (tupai), kera, dan ulat. (YR)

Aren Tipe Dalam dari Tomohon
Aren Tipe Dalam kini yang pertama kalinya dirilis Kementerian Pertanian dapat dijadikan sebagai sumber benih unggul. Produksi niranya mencapai 30 liter lebih dengan kadar gula 13,6 persen.
Aren Tipe Dalam pertama kini telah dirilis Kementerian Pertanian. Aren tipe dalam asal Tomohon, Sulawesi Utara ini mampu menghasilkan nira tinggi berkisar 25 – 36 liter/pohon/hari. Varietas baru ini dapat menjadi benih bermutu guna menjawab kebutuhan pasar.
Balai Penelitian Tanaman Palma berhasil melakukan eksplorasi dengan menemukan tanaman aren tipe dalam berproduksi nira tinggi di salah satu daerah sentra tanaman aren di Tomohon, Sulawesi Utara. Di daerah yang memiliki tanaman aren seluas 756 hektar ini memang diduga sebagai tempat yang memiliki keragaman genetik aren yang cukup besar.
Eksplorasi aren tipe dalam ini dilakukan sejak 2008 dengan hasil produksi nira rata-rata di atas 25 liter per hari. Dari eksplorasi itu akhirnya Balai Penelitian Palma bekerjasama dengan Pemerintah Kota Tomohon pun melanjutkannya dengan observasi pada 2012. Hasilnya ternyata aren tipe dalam di daerah 23 kilometer dari Manado itu mampu menghasilkan nira yang cukup tinggi.
Dari 30 tanaman yang diamati, tim peneliti menganalisa kekompakan tanaman, produksi nira, dan juga kualitas gulanya. Untuk nira dianalisa produksi nira mayang per hari selama tiga tahun antara 2012 – 2014. Setiap tahun dipilih 10 pohon aren dan setiap pohon kemudian dipilih satu mayang jantan yang baru mulai disadap hingga selesai.
Hasil pengamatan tim peneliti sejak 2012 hingga 2014 menunjukkan bahwa produksi nira aren tipe dalam Tomohon memang tergolong tinggi. Karena produksi nira per hari pada 2012 berkisar 25 – 38 liter dengan waktu penyadapan per tanda 6,3 bulan. Sedangkan pada 2013 produksi nira mencapai 24 – 36 liter dengan waktu penyadapan 6,5 bulan, dan 24 – 30 liter pada 2014 dengan waktu penyadapan 5,2 bulan.
Dengan demikian hasil nira secara optimal per mayang untuk populasi aren tipe dalam Tomohon berkisar 4.860 liter hingga 6.237 liter. Dibandingkan dengan aren di Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Timur, produksi nira per mayang rata-rata hanya mencapai 912 liter.
Satu pohon aren tipe dalam memiliki mayang jantan sampai 12 buah. Namun umumnya yang disadap hanya sampai tanda ke-6 dengan setiap mayang rata-rata disadap selama dua bulan. Hasil pengamatan produksi nira per mayang dan lama penyadapan per mayang menunjukkan bahwa produksi nira dan lama penyadapan mulai menurun setelah tandan ke-3.
Hasil observasi di desa Tara-Tara menunjukkan rata-rata produksi nira mencapai 27,64 liter per hari dengan produksi nira berkisar 870 – 4.463 liter per mayang dengan lama penyadapan berkisar 34 – 212 hari. Hal ini menyebabkan produksi nira dan lama penyadapan di desa Tara-Tara ini memiliki keragaman tinggi. Hal yang sama juga di dua desa yang dijadikan penelitian.
Dari hasil seleksi tim peneliti memperoleh 33 pohon dengan kisaran produksi nira sebanyak 30 – 35 liter per mayang per hari. Sedangkan lama penyadapan lebih dari tiga bulan per mayang. Rata-rata produksi nira aren tipe Dalam Tomohon sendiri hanya berkisar 24 – 27 liter per mayang per hari dengan lama penyadapan lebih dari 2,5 bulan dengan kadar gula 13,61 persen.
Rata-rata setiap pohon aren tipe dalam Tomohon memiliki delapan mayang betina dan setiap mayang rata-rata memiliki 3.000 buah yang setiap buahnya terdapat tiga biji aren. Dengan demikian dalam satu mayang terdapat 9.000 biji aren yang berpotensi untuk dijadikan benih sekitar 80 persen. Sehingga dalam satu pohon aren tipe dalam dapat diperoleh benih sebanyak 54.700 butir yang dapat digunakan untuk pengembangan aren seluas 136 hektar.
Hasil observasi Balit Palma menunjukkan aren tipe dalam Tomohon ini tidak ditemukan adanya serangan hama dan penyakit. Sedangkan tanaman aren di Banten, Kutai Timur, dan daerah sentra aren lainnya ditemukan emapt jenis hama penyakit yang menyerang yakni oryctes rhinoceros, rhyncohoporus sp, lariscus sp (tupai), kera, dan ulat. (YR)
1. aren tipe dalam dari Tomohon

Friday, October 21, 2016

padi black madras

Warga Cot Bada Ujicoba Padi Black Madras dari Korea

 

Saturday, October 8, 2016

Cara Bercocok Tanam Selada Secara Hidroponik


Cara Bercocok Tanam Selada Secara Hidroponik
 Cara Bercocok Tanam Selada Secara Hidroponik
Selada adalah sayuran yang tergolong ke dalam famili Compositae dengan nama latin Lactuca sativa L. Asal tanaman ini diperkirakan dari dataran Mediterania Timur, faktor ini memang dari lukisan di kuburan di Mesir yang mengfotokan bahwa penduduk Mesir sudah menanam selada sejak tahun 4500 SM (Rubatzky serta Yamaguchi, 1999). Berikut ini adalah klasifikasi selada: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotylodonae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae (Compositae) Genus : Lactuca Spesies : Lactuca sativa Selada tepat dibudidayakan pada daerah dengan suhu optimum berkisar antara 20oC pada saing hari serta 10oC pada malam hari (Rubatzky serta Yamaguchi, 1999). Benih selada bakal berkecambah dalam kurun waktu empat hari, bahkan untuk benih yang viabel bisa berkecambah dalam waktu satu hari, pada suhu 15oC-25oC (Grubben serta Sukprakarn, 1994). Selada adalah tanaman setahun polimorf (mempunyai tidak sedikit bentuk), terutama dalam faktor bentuk daunnya. Tanaman ini cepat mengghasilkan akar tunggang dalam yang diikuti dengan penebalan serta perkembangan ekstensif akar lateral yang tidak sedikit horizontal. Daun selada tidak jarang berjumlah tidak sedikit serta biasanya berposisi duduk (sessile), tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat. Bentuk daun yang tidak sama-beda sangat beragam warna, raut, tekstur serta sembir daunnya. Daun tidak berambut, mulus, berkeriput (savoy) alias kisut berlipat. Sembir daunnya membundar rata alias terbagi dengan cara halus, warnanya beragam, mulai dari hijau muda hingga hijau tua, kultivar tertentu berwarna merah alias ungu. Daun bagian dalam pada kultivar yang tidak membentuk kepala cenderung berwarna lebih cerah, sedangkan pada kultivar yang membentuk kepala berwarna pucat.



Selada Secara Hidroponik
 








Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) yaitu sistem budi daya tanaman dengan cara hidroponik yang dikembangkan dari water culture. Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) tepat untuk tanaman sayuran selada (Lacctuca sativa L.) var.Panorama, Grand Rapids, Red Lettuce, Minetto. Faktor yang pertama kali diperbuat ialah membikin kolam tanam yang terbuat dari cor beton yang berkapasitas 3 m (lebar) x 20 m (panjang) x 60 cm (dalam). Kolam tersebut berada di dalam greenhouse berdinding kasa 20 mesh serta beratap UV plastik dengan ketebalan 0.02 mm. Panel tanam (Panel 15) adalah styrofoam dengan ketebalan 4 cm dengan ukuran panel 40 x 60 cm, Celah tanam dibangun dengan diameter 2.5 cm (volume 20 cm3) dengan jarak antar pusat celah tanam 12.5 cm, jadi total celah tanam per panel adalah 15.
Benih dikecambahkan dalam tray plastik yang diberi kertas tissue serta dibasahi. Seusai berkecambah (3 hari), bibit ditransplanting ke panel semai (panel 77) serta dipelihara selagi tiga minggu sebelum bakal diapungkan. Media yang dipakai dalam panel semai adalah rockwool. Selagi pemeliharaan, bibit disemprot dengan pupuk daun (N-P2O5-K2O:14%-12%-14%) setiap empat hari sekali dengan konsentrasi 2 g/l. Penanaman diperbuat dengan memidahkan bibit (transplanting) dari panel semai (panel 77) ke panel tanam (panel 15). Selanjutnya, panel tanam diapungkan (floating) dalam kolam tanam di atas larutan hara. Pemanenan diperbuat pada umur 4-6 minggu seusai tanam dengan tutorial mencabut tanaman selada beserta akarnya.
Umur panen selada tidak sama-beda menurut kultivar serta musim, biasanya berkisar antara 30-85 hari seusai pindah tanam. Panen yang terlalu dini memberbagi hasil panen yang rendah serta panen yang telat bisa menurunkan nilai.
Penanganan pasca panen adalah bagian dari produksi tanaman yang diperbuat sesaat seusai panen. Kegiatan pasca panen meliiputi kegiatan pendinginan, pembersihan, sortasi serta grading. Sebuah survey yang diperbuat oleh Bautista serta Cadiz pada tahun 1986 menunjukkan bahwa terjadi kehilangan hasil 22% hingga 70% sayuran dampak penanganan yang tidak baik, ini bisa didampakkan oleh beberapa hal, semacam: busuk, lewat matang, kerusakan mekanik, susut bobot, pemotongan, bertunas serta pencoklatan. Faktor-faktor yang menentukan nilai selada bisa dilihat dari turgiditas, warna, kemasakan (firmness), perlakuan perompesan (jumlah daun terluar), leluasa dari tip burn serta kerusakan fisiologis, leluasa dari kerusakan mekanis, cacat serta juga busuk. Dalam praktik pasca panen, tidak ditemukan adanya perlakuan yang bisa menambah nilai pasca panen sebuahproduk, yang bisa diperbuat adalah hanya menjaga nilai produk tersebut. Kondisi optimum untuk penyimpanan selada daun adalah suhu 0-2oC dengan kelembaban relatif (RH) 90-98%.[tk]



hidroponik nft
 

 

 

 

 

 

 

 


Sistem Kerja Bercocok Tanam Hidroponik

Sistem Kerja Bercocok Tanam Hidroponik – Ide untuk bercocok tanam mellaui system hidroponik sudah lama ada, sejarah mencatat bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah sudah ada sejak zaman dahulu kala. Laju pertumbuhan tanaman hidroponik bisa mencapai 50% lebih cepat dibanding tanaman yang ditanam di tanah pada kondisi yang sama. Alasan untuk ini merupakan sebab tanaman hidroponik langsung memperoleh makanan dari air yang kaya nutrisi. Keadaan ini juga membikin tanaman tak butuh akar besar untuk mencari nutrisi. Dan sebab energi yang diperlukan untuk pertumbuhan akar lebih sedikit, sisa energi bisa disalurkan ke tahap lain dari tanaman. Tanaman hidroponik tumbuh sehat, kuat, dan bersih. Hidroponik juga ramah lingkungan sebab tak membutuhkan air setidak sedikit berkebun dengan cara konvensional. Ini sebab hidroponik tak memerlukan penyiraman sama sekali. Tanaman hidroponik membutuhkan pestisida lebih sedikit. Erosi tanah juga tak menjadi persoalan sebab hidroponik hanya memakai media air. Lantas bagaimana tanaman hidroponik memperoleh nutrisi yang biasanya didapatkan dari tanah? Semua nutrisi terdapat dalam cairan alias bubuk yang dicampur dalam air.
System bercocok tanam hisroponik memang sedang digandrungi saat ini karena keuntungan bercocok tanam hidroponik memang banyak, disamping itu kita akan mendapatkan hasil dengan berlimpahnya sayur mayur dan buah-buahan yang kita produksi sendiri disekitar lingkungan kita tanpa harus membeli sayur dan buah-buahan di supermarket.
Sistem hidroponik bisa dikategorikan menjadi dua yaitu sistem aktif dan pasif. Sistem hidroponik aktif mensirkulasi larutan nutrisi dengan pompa. Sedang sistem hidroponik pasif bergantung pada gaya kapiler dari media tumbuh. Dalam sistem pasif, larutan kaya nutrisi diserap oleh medium dan disemakinkan ke akar tanaman. Sisi negatif dari metode ini merupakan ketidakmampuan untuk memberbagi lumayan oksigen melewati akar untuk mendukung pertumbuhan paling baik tanaman. Sistem hidroponik juga bisa dibedakan menjadi bisa di-recovery dan tak bisa di-recovery (non-recovery). Dalam sistem recovery, larutan nutrisi disirkulasikan untuk dipakai kembali. Dalam sistem non-recovery, larutan nutrisi tak dipakai kembali. Apabila tak yakin hendak membeli alias membangun sistem hidroponik tipe apa, Kamu bisa membeli yang menurut Kamu paling tepat untuk membiasakan terlebih dahulu dengan tutorial bertanam ini. [tk]
Kelebihan dan Kekurangan Bercocok Tanam Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani yaitu hydro berarti air dan ponous berarti kerja. Sesuai arti tersebut, bertanam secara hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan air, nutrisi, dan oksigen. Beberapa kelebihan dan kekurangan sistem hidroponik dibandingkan dengan pertanian konvensional yaitu :


 










Kelebihan sistem hidroponik antara lain:
  1. Penggunaan lahan lebih efisien
  2. Tanaman berproduksi tanpa menggunakan tanah
  3. Kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih
  4. Penggunaan pupuk dan air lebih efisien
  5. Pengendalian hama dan penyakit lebih mudah
Kekurangan sistem hidroponik antara lain:
  1. Membutuhkan modal yang besar
  2. Pada kultur substrat, kapisitas memegang air media substrat lebih kecil dari pada media tanah sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres yang serius.
Di Indonesia, hidroponik yang berkembang pertama kali yaitu hidroponik substrat, setelah hidroponik substrat, hidroponik NFT (Nutrien Film Technique) mulai dikenal di Indonesia, kemudian berkembang pula hidroponik aeroponik yang memberdayakan udara.
Hidroponik Subtrat. Sistem hidroponik subtrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi tanah. Bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai media tanam pada hidroponik metode subtrat adalah arang sekam, pasir, kerikil, batu apung, cocopeat, rockwool, dan spons. Media-media tersebut harus steril, bisa menyimpan air sementara, porous, dan bebas dari unsur hara. Media tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan air nutrisi sementara dan tempat tersebut berfungsi sebagai tempat berpijak akar. Sistem irigasi tetes digunakan untuk menyuplai kebutuhan unsur hara dari air nutrisi yang disiram ke tanaman menggunakan
Hidroponik NFT (Nutrien Film Technique). Kata “film“ dalam hidroponik nutrien film technique menunjukkan aliran air tipis. Hidroponik ini hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya. NFT merupakan model budidaya dengan meletakan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa berkembang di dalam larutan nutrisi karena disekeliling perakaran terdapat selapis larutan nutrisi, maka sistem ini dikenal dengan nama nutrien film technique.
Aeroponik. Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya. Aeroponik dapat diartikan dengan memberdayakan udara. Prinsip kerja dari aeroponik yaitu menyemburkan larutan hara dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Larutan hara tersebut akan diserap oleh akar tanaman. Tanaman pada sistem aeroponik ditanam dengan cara digantung sehingga akar tanaman menggantung di dalam suatu bak. Pangkal batang dimasukkan ke dalam helaian styrofoam yang telah dilubangi agar dapat berdiri.[tk]

Friday, October 7, 2016

PENERAPAN PERBANYAKAN TANAMAN SECARA VEGETATIF PADA PEMULIAAN POHON

Vegetative PropagationTechniques of Acacia mangium  
Hamdan Adma Adinugraha, Sugeng Pudjiono dan Toni Herawan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 
I. PENDAHULUAN
Acacia mangium merupakan salah satu jenis yang dikembangkan untuk hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia. Jenis ini termasuk cepat tumbuh dan mudah tumbuh pada kondisi lahan yang rendah tingkat kesuburannya, seperti pada lahan marginal dengan pH rendah, tanah berbatu serta tanah yanag telah mengalami erosi (Leksono dan Setyaji, 2003). Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas, serta untuk bahan meubel dan flooring. Menurut Anonim (1989) kayu A. mangium dapat digunakan untuk kerangka pintu, bagian jendela, molding, bahan baku peti/kotak dan partikel board. Sebaran alaminya terdapat di Australia, PNG, Maluku (Rokas, Kepulauan Aru dan Seram Bagian Barat), Irian Jaya Bagian Utara (Semenanjung Vogelkop, Manokwari, Fak-fak) dan Irian Jaya Bagian Selatan (Merauke, Erambu dan Muting). Tumbuh pada ketinggian 30-130 m di atas permukaan laut dengan curah hujan yang bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm/tahun (Leksono, 1996). Pembibitan tanaman  mudah dilakukan dengan cara generatif. Sebelum disemaikan, benih terlebih dahulu diberi perlakuan awal (skarifikasi) dengan cara perendaman dalam air hangat (90oC) dan didiamkan selama 12 – 24 jam atau perendaman dalam air panas selama 30 detik dan selanjutnya direndam dalam air biasa selama 24 jam. Dalam rangka penyediaan benih unggul telah dilakukan penelitian dan pembangunan kebun benih semai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta bekerja sama dengan para pelaksana HPHTI di Jawa dan Luar Jawa (Leksono dan Setyaji, 2003).  Selain itu pembibitan A. mangium dapat dilakukan secara vegetatif baik secara konvensional maupun secara invitro atau kultur jaringan. Pada tulisan ini diuraikan beberapa teknik pembiakan vegetatif yang dapat diterapkan dalam rangka penyediaan bibit untuk kegiatan penanaman.
II. MANFAAT PEMBIBITAN SECARA VEGETATIF
Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pudjiono, 1996). Menurut Khan (1994) pembibitan secara vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk pengembangan bank klon (konservasi genetik), kebun benih klon, perbanyakan tanaman yang penting hasil persilangan terkendali, misalnya hybrid atau steryl hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman terseleksi. 
III. TEKNIK PEMBIAKAN VEGETATIF
Dalam rangka penyediaan materi untuk kegiatan penanaman baik dalam rangka penelitian maupun kegiatan penanaman di lapangan, dapat dilakukan pembibitan secara vegetatif. Teknik yang dapat dilakukan adalah  :
1. Teknik mencangkok (air layering) Tujuan pencangkokan adalah untuk mendapatkan anakan/bibit untuk pembangunan bank klon, kebun benih klon, kebun persilangan, karena dengan teknik ini bibit yang dihasilkan bersifat dewasa sehingga lebih cepat berbunga/berbuah. Pencangkokan dilakukan pada pohon-pohon plus yang telah dipilih di kebun benih.
INFO TEKNIS Vol. 5 no. 2, September  2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
2 Penggunaan teknik mencangkok dilakukan dalam rangka penyediaan materi untuk bank klon, kebun persilangan dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang digunakan antara lain media cangkok (moss cangkok, top soil dan kompos), bahan pembungkus cangkok dari polibag hitam, tali rafia, zat pengatur tumbuh akar, insektisida, pita label, spidol permanen, pisau cangkok, parang, gergaji tangan dan alat tulis.  Pembuatan cangkokan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
 1. Penyiapan media cangkok terdiri atas campuran antara moss cangkok, top soil   dan kompos. Sebelum digunakan media disiram dengan air sampai cukup kelembabannya, serta ditaburi insektisida secukupnya supaya media tidak dijadikan sarang semut dan membunuh hama uret.
 2. Pemanjatan pohon dan pemilihan cabang yang sehat dengan diameter rata-rata    2 cm - 4 cm. Cabang dikerat sepanjang 5 cm dengan menggunakan pisau cangkok, kulit cabang dikelupas dan bagian kambiumnya dibersihkan dengan cara dikerik dan dibiarkan beberapa menit. Posisi keratan kulit sekitar 30 cm dari pangkal cabang. Setelah itu bagian sayatan diolesi dengan larutan ZPT untuk memacu pertumbuhan akar. 3. Menutup luka sayatan pada cabang dengan campuran media yang telah disiapkan, kemudian ditutup dengan polibag hitam dan diikat dengan tali rafia sehingga media cangkok stabil.  Bagian pembungkus cangkok dilubangi agar memudahkan masuknya air atau keluarnya akar ketika cangkok telah berakar dengan baik. 4. Memberi label yang berisi tanggal pencangkokan, perlakuan dan pelaksana.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan pencangkokan antara lain :
a. Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada musim hujan sehingga akan membantu dalam menjaga kelembaban media sampai berakar.
 b. Pengambilan cangkok dilakukan setelah cangkok berumur 2 - 3 bulan. Pemotongan cangkok menggunakan gergaji kemudian diturunkan secara hati-hati. Cangkok yang terlalu panjang dipotong sebagian dan daunnya dikurangi untuk mencegah terjadinya penguapan yang terlalu besar.
c. Cangkok yang telah dipisahkan dari pohon induknya segera ditanam (aklimatisasi) pada media campuran tanah dengan kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan ini dilakukan di persemaian yang diberi naungan dengan intensitas cahaya lebih dari 50%. Pemeliharaan cangkok di persemaian dilakukan sampai bibit siap ditanam di lapangan. Biasanya setelah 3 bulan cangkok telah memiliki perakaran yanag kompak dan siap dipindahkan ke lapangan.
d. Pembuatan cangkok pada satu pohon tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak, karena akan mengganggu atau merusak pohon tersebut.  
      Gambar 1. Aklimatisasi hasil pencangkokan A. mangium 2. Teknik sambungan (grafting) Pembuatan bibit A. mangium dengan teknik sambungan dilakukan dengan menyambungkan scion berupa bagian pucuk/tunas dari tajuk pohon plus pada tanaman batang bawah/root stock yang telah disediakan. Teknik ini akan mempertahankan sifat dewasa pohon induknya, sehingga anakan yang dihasilkan akan cepat berbunga/berbuah.
INFO TEKNIS Vol. 5 no. 2, September  2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
3 Teknik ini biasa digunakan untuk kegiatan penyiapan materi untuk bank klon, kebun persilangan dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk kegiatan ini antara lain  bibit A.mangium atau A. auriculiformis untuk tanaman batang bawah dan scion diambil dari tajuk pohon plus di kebun benih F1. Bahan dan peralatan lainnya adalah parafil/plastik pengikat sambungan, kantong plastik bening ukuran 1 kg, obat/pasta penutup luka tanaman,  tali rafia, pita label, pisau sambung, pisau cutter, gunting stek, penggaris dan alat tulis. Pembuatan sambungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Penyiapan root stock berupa semai A. mangium atau A. auriculiformis yang telah siap tanam yaitu berumur 4 - 6 bulan dengan diameter batang 0,5 cm -1 cm. Bibit dipilih yang sehat, tidak menunjukkan adanya serangan hama/penyakit. 
b. Bibit root stock dipangkas dengan gunting stek dengan tinggi pangkasan rata-rata 30 cm tergantung pada diameternya. Semakin kecil diameter maka pemangkasan dapat lebih rendah dari 30 cm. Permukaan batang pada titik pangkasan dihaluskan dengan pisau sambung/cutter, kemudian ujungnya dibelah/disayat dengan pisau grafting secara hatihati sepanjang 1,5 cm -2 cm.
 c. Penyiapan scion yaitu tunas/trubusan pada tajuk pohon induk. Tunas yang baik untuk scion adalah yang jaringan gabusnya sedikit. Ukuran scion dipilih yang sesuai dengan root stock. Bagian pangkal scion disayat secara hati-hati dengan panjang sayatan pada root stock.
 d. Pembutan sambungan dilakukan dengan mengunakan teknik top clept graft atau veneer graft. Root stock dan scion disambung secara hati-hati sehingga bagian kambium keduanya bersatu, kemudian diikat dengan parafilm dan ditutup dengan plastik bening untuk memelihara kelembaban udara. Plastik dibuka secara bertahap dengan cara  menggunting sebagian sampai akhirnya dilepas.
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bibit sambungan adalah sebagai berikut :
a. Penyambungan sebaiknya dilakukan di persemaian dengan naungan sarlon 50 – 65 % atau  pagi/sore hari sehingga tidak terlalu panas.
b. Penyambungan dilakukan segera setelah scion diambil dari pohon induk karena lamanya waktu penyimpanan scion akan mengurangi tingkat keberhasilan hidup sambungan (Adinugraha dkk, 2001)
c. Pemeliharaan tanaman hasil sambungan harus dilakukan secara rutin seperti : penyiraman, penyiangan, pembuangan tunas yang tumbuh pada batang root stock, membuka plastik sungkup sambungan secara bertahap setelah sambungan tersebut tumbuh.
 3. Teknik stek pucuk (leafy cuttings) Pembibitan dengan teknik stek pucuk umumnya dilakukan dalam rangka produksi bibit secara massal untuk keperluan operasional penanaman. Dengan teknik ini dapat dihasilkan dalam jumlah besar. Bahan yang digunakan adalah bahan stek dari tunas/trubusan yang diperoleh dari kebun pangkas, sedangkan media stek yang digunakan adalah pasir sungai, zat pengatur tumbuh, bak plastik/ember, label, fungisida, gunting stek/pisau cutter. 
Untuk kegiatan pembibitan dengan stek pucuk diperlukan beberapa fasilitas penunjang yaitu tempat pembibitan dapat dilakukan di rumah kaca atau bedengan persemaian yang ditutup dengan sungkup plastik. Untuk persemaian skala besar diperlukan peralatan lainnya yaitu  pengaturan naungan, pengaturan suhu dan ventilasi, alat penyiraman dan kelembaban udara yang dijalankan secara otomatis merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilannya. Selain itu diperlukan sumber air yang tersedia sepanjang tahun, sumber bahan stek (kebun pangkas) dan tempat penyimpanan media stek. Tabel 1. Hasil stek pucuk A. mangium Penyetekan di rumah kaca Peneyetekan di persemaian Bahan stek Hormon Jumlah stek Stek berakar Persen jadi (%) Jumlah stek Stek berakar Persen jadi (%) Rootone F 40 28 70,5 40 26 65,0 Tunas/ trubusan Kontrol  40 13 33,0 40 20 50,0 Rootone F 40 2 5,0 40 0 0 Cabang  Kontrol  40 2 5,0 40 1 2,5 Sumber : Pudjiono dan Kondo (1996)
INFO TEKNIS Vol. 5 no. 2, September  2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
4  Kebun pangkas perlu dibangun sebagai sumber bahan stek yang menghasilkan tunas secara terus menerus. Pembangunan kebun pangkas sebaiknya dilakukan dengan menggunakan materi tanaman dari pohon plus, sehingga bibit yang akan dihasilkan memiliki kualitas genetik yang baik/unggul. Menurut Kartiko (2000) materi tanaman yang dipergunakan untuk membangun kebun pangkas berasal dari benih hasil penyerbukan terkendali antara pohon-pohon plus dan klon hasil perbanyakan vegetatif dari pohon plus. Pembuatan stek pucuk dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Adinugraha, 2003) : a. Penyiapan media stek dalam polibag/kantong bibit/tabung bibit. b. Pembuatan stek dengan cara memotong trubusan menjadi beberapa bagian. Satu stek terdiri atas 2 mata/nude. Tunas dipilih yang belum membentuk jaringan gabus, kemudian direndam stek pada larutan fungisida. c. Sebelum ditanam bagian pangkal stek dicelupkan kedalam larutan ZPT, kemudian  stek ditanam pada media yang telah diberi lubang tanam terlebih dahulu. d. Bedengan stek ditutup plastik  sungkup untuk memelihara kelembaban udara tetap tinggi sekitar 90% dan perlu diberi naungan dengan intensitas cahaya 15% - 25 % untuk bedengan tanpa pengabutan dan intensitas cahaya 30% - 50% untuk bedengan dengan sistem pengabutan. e. Pemeliharaan rutin meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida dan pembersihan gulma dan setelah stek berakar stek lalu disapih ke media pertumbuhan agar bibit tumbuh baik sampai siap tanam. Biasanya bibit sudah siap tanam pada umur 4 bulan.   
Gambar 2. Kebun pangkas A. mangium   
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembibitan dengan teknik stek pucuk adalah : a. Semakin tinggi pemangkasan akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Pudjiono and Kondo (1996) melaporkan bahwa hasil stek pucuk tunas dari trubusan pada batang yang dipangkas 100 cm rata-rata hanya mencapai 17,5 %. b. Umur trubusan yang baik untuk bahan stek pucuk jenis A. mangium optimal sekitar 45 - 60 hari. Bertambahnya umur tunas mengurangi daya perakaran stek. Untuk memudahkan dalam menentukan masa panen tunas dapat dilihat dari panjang tunas yaitu apabila telah mencapai panjang 30 cm - 40 cm (Longman, 1993). c. Tipe pertumbuhan tunas harus diperhatikan dengan memilih tunas yang memiliki pertumbuhan ke arah vertikal (ortotropic). Tunas yang bersifat plagiotropic sebaiknya tidak digunakan karena akan menghasilkan bibit yang tumbuhnya tidak normal (mendatar seperti cabang). d. Posisi trubusan pada tonggak akan mempengaruhi kemampuan berakar stek. Semakin tinggi posisi tunas pada tonggak maka kemampuan berakarnya semakin rendah
INFO TEKNIS Vol. 5 no. 2, September  2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
5 e. Pengepakan bahan tanaman harus diperhatikan terutama apabila bahan stek diambil dari lokasi yang jauh dari tempat pembibitan. Sebaiknya penyetekan segera dilakukan setelah bahan stek tiba di pembibitan. Cara pengepakan stek yang bisa dilakukan dengan membungkus bahan stek dengan kertas koran basah, kemudian dimasukkan ke dalam es box yang diisi es batu.  4. Teknik kultur jaringan Pembibitan dengan cara kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan bahan biakan (eksplan) adalah bagian pucuk aksiler dari klon A. mangium hasil cangkok atau dari bahan trubusan pada kegiatan rejuvenasi dengan cara perendaman cabang (soaked branches) (Herawan dan Husnaeni, 1996; Herawan, 2003). Bahan biakan disterilisasi dengan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit dan dilanjutkan dengan perendaman menggunakan larutan 1% - 2% Sodium Hypochlorite (NaClO). Penggunaan beberapa tetes tween 20 sebagai surfactan sangat membantu penetrasi NaClO masuk kedalam jaringan tanaman. Lamanya sterilisasi 15 menit. Sebelum diinokulsi eksplan dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Eksplan kemudian dipotong menjadi ukuran 1 cm - 2 cm dan siap diinduksi (Herawan, 2003). 
Gambar 3. Teknik rejuvenasi dengan cara perendaman cabang Media yang digunakan untuk induksi adalah media MS + zat pengatur tumbuh (ZPT) dari golongan sitokinin yaitu BAP konsentrasi 2 mg/l + NAA 0,1 mg/l. Pada tahap perbanyakan digunakan media yang sama dengan tahap induksi, selanjutnya pada media ditambahkan 200 mg/l Adenin sulfat dan 160 mg/l NaH2PO4.2H2O. Pada tahap perakaran digunakan media ½ MS, kemudian ditambahkan 1 mg/l IBA dan 0,01 mg/l NAA. Pada tahap induksi dan perbanyakan digunakan gula pasir sebagai pengganti sucrose sebagai sumber energi sebanyak 30 g/l dan agar 20g/l. pH media 5,6 - 5,8. Pada tahap aklimatisasi digunakan top soil dicampur pupuk kandang dan pasir sungai dengan perbandingan 2:1:1 yang disterilkan dengan cara dijemur beberapa hari (Herawan, 2003). Hasil aklimatisasi  menunjukkan bahwa keberhasilan tumbuh bibit hasil perbanyakan dengan kultur jaringan ratarata mencapai 76%. Bibit tersebut dapat dijadikan materi kebun pangkas  dan dapat diperbanyak dengan cara stek pucuk (Herawan, 2003).
IV. PENUTUP
1. Pembibitan tanaman Acacia mangium  dapat dilakukan dengan cara generatif maupun vegetatif. Teknik pembibitan secara vegetatif dilakukan dengan teknik mencangkok, menyambung, stek pucuk dan kultur jaringan. 2. Teknik pembiakan secara vegetatif sangat diperlukan dalam rangka perbanyakan pohon plus hasil seleksi di kebun benih karena akan mempertahankan sifat pohon induknya.  
DAFTAR PUSTAKA 
INFO TEKNIS Vol. 5 no. 2, September  2007 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
6 Adinugraha, H.A., H. Moko dan O. Chigira, 2001. Penelitian Pendahuluan Pengaruh Lama Penyimpanan Scion Terhadap Keberhasilan Sambungan Jenis Eucalyptus pellita. Buletin Pemuliaan Pohon Vol.5  No.1, hal 11-20. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Adinugraha, H.A., 2003. Pembibitan Acacia mangium Secara Vegetatif. Makalah Pelatihan Alih Teknologi Persemaian dan Pemuliaan Pohon. Kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta dengan PT. Finantara Intiga, 29 September3 Oktober 2003. Anonim, 1989. Pengamatan Teknik Silvikutur dan Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium. Proyek Kerjasama Pengembangan Sumber Benih Yogyakarta – Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.  Herawan, T., 2003. Propagasi Klon  Acacia mangium Melalui Kultur Jaringan. Jurnal Pemuliaan  Tanaman Hutan Vol. 1 No. 2. Hal. 43 – 48. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Herawan, T., dan Y. Husnaeni, 1996. Teknik Rejuvenasi Menggunakan Metoda Rendaman Cabang Dalam Air pada Jenis A. mangium, E. deglupta, E. urophylla dan P. falcataria.  Kartiko, H.P., 2000. Membina Kebun Pangkas Sebagai Sumber Bibit Untuk Hutan Keluarga dan Hutan Klon. Konifera No. 2 Tahun XV/2000. Balai Penelitian Kehutanan Pemantang Siantar. Khan, M., 1994. Proceedings National Training Course on Tree Breeding and Propagation. Fakistan Institute 22 – 26 February 1994. FAO. Los Banos. Phillipines. Leksono, B., 1996. Explorasi Benih Acacia spp dan Eucalyptus pellita F. Muell di Merauke, Irian Jaya. Buletin Becariana. Universitas Cendrwasih. Jayapura. Leksono, B., dan Setyaji, T., 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Acacia mangium. Seri GN-RHL. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Longman, K.A., 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees : Propagations and Planting Manuals. Volume I. Commonwealth Science Council. London. Pudjiono, S., 1996. Dasar-dasar Umum Pembuatan Stek Pohon Hutan. Informasi Teknis No. 1/1996. Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.  Pudjiono, S., dan H. Kondo., 1996a. Technical Report for Cuttings Propagation for Acacia mangium, Eucalyptus deglupta, Eucalyptus pellita and Paraserienthes falcataria. Forest Tree Improvement Project No. 55. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dangan Japan International Cooperation Agency (JICA). Pudjiono, S., dan H. Kondo., 1996b. Technical Report for Conventional Vegetative Propagation. Forest Tree Improvement Project No. 61. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dangan Japan International Cooperation Agency (JICA)